Ketika AI Mengubah Foto Jadi Ghibli Style: Apresiasi atau Penghinaan terhadap Seni?

Belakangan ini, dunia maya diramaikan oleh tren AI yang mengubah foto menjadi ilustrasi ala Ghibli Style. Sekali klik, wajah kita berubah jadi karakter estetik dengan latar pepohonan rimbun, langit berawan lembut, dan nuansa nostalgia yang hangat—semua dalam gaya khas Studio Ghibli.

Namun, di tengah kekaguman publik, muncul suara keras dari sang maestro: Hayao Miyazaki, pendiri Studio Ghibli, yang menyebut tren ini sebagai “penghinaan terbesar terhadap kehidupan.”

Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Miyazaki dikenal sebagai sosok yang sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan proses dalam setiap karyanya. Baginya, ilustrasi bukan sekadar visual, tapi ekspresi jiwa. Seni tidak bisa dibuat hanya dari kumpulan algoritma.

Lalu, Apa Masalahnya?

Tren ini, meskipun terlihat indah di permukaan, menyimpan beberapa dampak negatif yang perlu kita pikirkan bersama, khususnya bagi dunia kreatif:

  1. Mengikis Apresiasi terhadap Proses AI memungkinkan siapa pun membuat “karya” dalam hitungan detik. Tapi tanpa memahami kerja keras di balik gaya itu, kita perlahan kehilangan rasa hormat terhadap proses kreatif.
  2. Eksploitasi Gaya Seniman Banyak AI generator menggunakan data visual dari karya seniman tanpa izin. Gaya Ghibli yang ikonik pun jadi sekadar “preset”, bukan hasil dari perjalanan artistik yang panjang.
  3. Mendorong Budaya Instan Dunia kreatif bisa terdorong menjadi serba cepat dan minim makna. Padahal, kekuatan seni justru terletak pada proses yang jujur dan penuh rasa.
  4. Menggeser Peran Kreator Jika brand dan publik mulai lebih percaya pada hasil AI karena cepat dan murah, bagaimana nasib ilustrator, desainer, dan seniman yang bekerja dengan hati?

Apakah AI Sepenuhnya Salah?

Tidak juga. AI, jika digunakan dengan etika dan kesadaran, bisa menjadi alat bantu yang luar biasa dalam proses berkarya. Masalahnya muncul ketika kita menggantikan rasa dengan kecepatan, dan lupa bahwa seni adalah medium ekspresi manusia—bukan sekadar visual menarik.

Hayao Miyazaki sendiri bukan anti teknologi. Namun ia menolak keras ketika mesin mulai mengabaikan nilai-nilai dasar dari seni itu sendiri: jiwa, makna, dan kemanusiaan.

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  1. Menggunakan AI dengan bijak, sebagai alat bantu, bukan pengganti.
  2. Memberikan kredit dan apresiasi pada seniman atau gaya yang kita jadikan referensi.
  3. Tetap menciptakan karya yang orisinal, jujur, dan punya nilai personal.
  4. Tidak terjebak pada visual semata, tapi juga peduli pada pesan dan proses.

Seni adalah bahasa jiwa. Dan seperti kata Miyazaki, “Saya ingin menggambarkan hal-hal yang indah dan bermakna.” Maka, jika kamu ingin membuat sesuatu yang “terlihat seperti Ghibli”, pastikan kamu juga membawa jiwanya.

Karena pada akhirnya, teknologi boleh berkembang, tapi rasa adalah sesuatu yang tak bisa digantikan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tanyakan Sekarang
1
Butuh Bantuan?
Hallo, Creatipous disini.
ada yang bisa kami bantu?